Prosedur Berperkara

Pengajuan Perkara Tingkat I

Masyarakat yang mempunyai permasalahan atau sengketa mengenai sesuatu yang berkaitan dengan wewenang Pengadilan Agama, dapat mengajukan gugatan atau permohonan ke Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II

I. Perkara Pernikahan Mengenai Perceraian
Ada dua jenis perkara perceraian :

  • Cerai Talak, yaitu : permohonan perceraian yang diajukan oleh Suami yang disebut sebagai Pemohon dan isteri disebut sebagai Termohon.
  • Cerai Gugat, yaitu : gugatan perceraian yang diajukan oleh Isteri yang disebut Penggugat dan suami disebut sebagai Tergugat.

A. Cerai Talak.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon (Suami) atau Kuasanya 

1. Permohonan secara tertulis

  • Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R Bg. jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan pasal UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Surat Permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah membuat surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus ada perubahan Termohon.

2. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah :

  • Yang daerah hukumnya meliputi kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009) jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974;
  • Bila Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)

3. Permohonan tersebut memuat :

  • Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
  • Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
  • Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)

4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri danharta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)

5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R. Bg jo. Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009). Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 273 R.Bg)
* Kemudian pemohon dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

B. Cerai Gugat.
Langkah-langkah yang harus dilakukan penggugat (Istri) atau Kuasanya :

1. Permohonan secara tertulis 

  • Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R Bg. jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan pasal UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Surat Permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah membuat surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus ada perubahan Termohon.

2. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah :

  • Yang daerah hukumnya meliputi kediaman Termohon (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
  • Bila Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)

3. Permohonan tersebut memuat :

  • Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
  • Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
  • Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)

selanjutnya

* Kemudian penggugat dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

II. Perkara Pernikahan Selain Perceraian
Cara mengajukan perkara gugatan atau permohonan mengenai pernikahan selain perceraian, misalnya gugatan sengketa harta bersama, gugatan pemeliharaan anak, permohonan pengesahan pernikahan dan lain sebagainya, pada prinsipnya sama dengan cara mengajukan gugatan cerai. Akan tetapi apabila sengketa berkaitan dengan harta tidak bergerak (mis.tanah), maka gugatan diajukan di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tanah sengketa.

III. Perkara Selain Pernikahan
Demikian juga cara mengajukan perkara gugatan selain pernikahan, misalnya : gugatan sengketa mengenai :

1. Waris;
2. Wasiat;
2. Hibah;
3. Wakaf;
4. Zakat;
5. Infaq;
6. Shadaqah; dan
7. Ekonomi Syari’ah.

Pada prinsipnya sama dengan cara mengajukan gugatan cerai. Akan tetapi apabila sengketa berkaitan dengan harta tidak bergerak (mis.tanah), maka gugatan diajukan di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tanah sengketa.

Jika putusan telah dijatuhkan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II, lalu salah satu pihak dalam perkara tersebut merasa dirugikan, yang bersangkutan dapat mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar melalui Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II.

Pihak tersebut tidak perlu langsung ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar, tetapi cukup menyampaikan keberatannya ke Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan tersebut dibacakan. Jika pihak tersebut hadir saat putusan dibacakan atau 14 hari setelah yang bersangkutan menerima pemberitahuan isi putusan tersebut dengan prosedur sebagai berikut :

  1. Pencari Keadilan (dalam hal ini disebut Pembanding) mendatangi meja I dan mengemukakan maksudnya untuk mengajukan Banding atas perkaranya secara tertulis, atau secara lisan;
  2. Meja I menaksir panjar biaya Banding dan menuangkannya dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk membayar);
  3. Pencari Keadilan menyetor sejumlah uang yang tersebut dalam SKUM tersebut ke rekening bendahara penerima perkara di Bank BRI Cabang Lubuk Pakam (nomor rekening akan diberitahu Meja I);
  4. Pencari Keadilan mendatangi Kasir Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II dengan menunjukkan tanda setor yang dikeluarkan oleh Bank Recipient (Bank BRI Cabang Lubuk Pakam);
  5. Kasir Mencap LUNAS pada SKUM;
  6. Pencari Keadilan membawa SKUM warna merah kepada Meja III,
  7. Meja III membuat Akta Penerimaan Permohonan Banding yang ditandatangani oleh Panitera;
  8. Pencari keadilan dapat mengajukan memori banding pada saat pendaftaran tersebut, dan dapat juga menyerahkannya ke Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II setelah didaftar. (memori banding tidak menjadi keharusan untuk mengajukan banding)

Permohonan Banding Telah Terdaftar

Pada tahap ini, permohonan banding telah terdaftar di Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II, selanjutnya Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II akan memproses berkas perkara sebagai berikut :

  1. Permohonan Banding yang diajukan pihak tersebut akan diberitahukan kepada pihak Terbanding;
  2. Jika Memori banding telah diterima oleh Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II, maka memori banding tersebut juga disampaikan kepada Terbanding, agar Terbanding dapat mengajukan Kontra Memori banding (tidak menjadi keharusan);
  3. Selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan banding diberitahukan kepada Terbanding, kedua belah pihak dipanggil untuk memeriksa berkas banding (Inzage);
  4. Selambat-lambatnya 1 bulan setelah permohonan banding diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II, berkas perkara berupa Budel A dan Budel B serta salinan putusan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar.
  5. Selanjutnya proses banding akan diselesaikan di Pengadilan Tinggi Agama Makassar.
  6. Setelah perkara diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama Makassar, salinan putusan Banding akan dikirimkan ke Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II untuk disampaikan kepada para pihak;
  7. Setelah putusan Banding diserahkan kepada pihak-pihak, para pihak apabila merasa ada kesalahan pada putusan tersebut dapat mengajukan Kasasi dalam tenggat waktu 14 hari setelah putusan diterima.

Jika pihak beperkara (yang dikalahkan atau yang dimenangkan) berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang disampaikan kepadanya tidak memenuhi rasa keadilan atau ada kesalahan dalam menerapkan hukum, maka pencari keadilan dapat mengajukan KASASI ke Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan Agama yang memutusnya pada tingkat pertama (Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II) dalam tenggat waktu 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan Banding diterimanya, dengan cara sebagai berikut :

  1. Pencari keadilan mendatangi Meja I Kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II dan mengajukan permohonan kasasi secara tertulis, atau secara lisan (lalu dituangkan meja I ke dalam bentuk akta penerimaan Kasasi)
  2. Meja I menaksir panjar biaya kasasi dengan menuangkannya dalam SKUM
  3. Pencari keadilan menyetor ke Bank Recipient (BRI cabang Lubuk Pakam) pada rekening Bendahara Penerima perkara uang sejumlah yang tertuang dalam SKUM.
  4. Pencari Keadilan membawa tanda bukti stor yang dikeluarkan oleh Bank recipient tersebut kepada Kasir Kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II;
  5. Kasir mencap Tanda LUNAS pada SKUM tersebut;
  6. Pencari Keadilan menyerahkan SKUM warna merah kepada Meja III bersama dengan surat permohonan kasasi;

PADA TAHAP INI PERMOHONAN KASASI SUDAH SELESAI DIAJUKAN

  1. Panitera memberitahukan adanya permohonan kasasi tersebut kepada pihak Termohon kasasi selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi didaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II;
  2. Pencari keadilan wajib membuat “RISALAH KASASI” sebanyak Termohon kasasi ditambah 3 rangkap untuk dikirimkan ke Mahkamah Agung RI dan menyerahkannya kepada Meja III Kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan;
  3. Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II memberitahukan dan menyerahkan RISALAH KASASI kepada pihak Termohon Kasasi selambat-lambatnya 30 Hari setelah diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II;
  4. Pihak Termohon Kasasi membuat Kontra Risalah Kasasi dan menyerahkannya ke Meja III Kepaniteraan Pengadilan Agama Jeneponto Kelas II;
  5. Panitera Mengirim berkas Kasasi Ke Mahkamah Agung RI selambat-lambatnya 30 hari setelah diterima Risalah Kasasi;

  • Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender.
  • Pemohon Peninjauan Kembali menyerahkan tanda bukti pembayaran panjar biaya perkara dan menerima SKUM yang telah dibubuhi cap stempel lunas dari Pemegang Kas. Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan Peninjauan Kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan meregister permohonan Peninjauan Kemballi.
  • Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari Panitera wajib memberitahukan tentang permohonan PK kepada pihak lawannya dengan memberikan/ mengirimkan salinan permohonan Peninjauan Kembali beserta alasan-alasannya kepada Pihak Lawan.
  • Jawaban/ tanggapan atas alasan PK kembali selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak alas an PK tersebut diterima harus sudah diterima Kepaniteraan untuk disampaikan pihak lawan.
  • Jawaban/tanggapan atas alasan PK yang diterima kepaniteraan Pengadilan harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan diatas surat jawaban tersebut.
  • Pencabutan permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Ketua Pengadilan yang ditandatangani oleh Pemohon Peninjauan Kembali (Harus diketahui oleh Pemohon apabila permohonan peninjauan kembali diajukan oleh kuasanya) dengan menyertakan Akta Panitera.
  • Pencabutan Permohonan Peninjauan Kembali harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertaiakta pencabutan yang ditandatangni oleh Panitera.
  • Dalam hal perkara telah diputus, Mahkamah Agung wajib mengirimkan salinan putusan pada Pengadilan Agama pengaju untuk diberitahukan kepada Para Pihak paling lambat dalam waktu 2 (dua) hari untuk perkara yang berdasarkan oleh peraturan perundang-undangan harus selesai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dan 2 (dua) bulan untuk perkara yang tidak bersifat prioritas.

HAK-HAK PENCARI KEADILAN

Menurut Ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf c, SK KMA RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007

  1. Berhak memperoleh Bantuan Hukum.
  2. Berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan.
  3. Berhak segera diadili oleh Pengadilan.
  4. Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan.
  5. Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya.
  6. Berhak memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim.
  7. Berhak mendapatkan bantuan juru bahasa/penerjemah jika tidak paham bahasa Indonesia.
  8. Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.
  9. Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
  10. Bagi orang asing berhak menghubungi/berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses persidangan.
  11. Berhak menghubungi/menerima kunjungan dokter pribadinya dalamhal terdakwa ditahan.
  12. Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang.
  13. Berhak menghubungi/menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum.
  14. Berhak menghubungi/menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan perkaranya untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya.
  15. Berhak mengirim/menerima surat ke/dari Penasehat hukumnya atau keluarganya setiap kali diperlukan olehnya.
  16. Berhak diadili dalam sidang yang terbuka untuk umum.
  17. Berhak menghubungi / menerima kunjungan rohaniawan.
  18. Berhak untuk mengajukan saksi atau saksi ahli yang menguntungkan bagi dirinya.
  19. Berhak segera menerima atau menolak putusan.
  20. Berhak minta banding atas putusan pengadilan, dalam waktu yang ditentukan undang-undang, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan dalam acara cepat.
  21. Berhak untuk mencabut atas pernyataanya menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
  22. Berhak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
  23. Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP.
  24. Berhak Bagi masyarakat miskin, hukum acara membuka kemungkinan untuk berperkara secara prodeo atau tanpa biaya, yang diatur dalam Pasal 237-245 HIR.

HAK-HAK DASAR PENCARI KEADILAN

1. Memperoleh informasi yang lengkap dan utuh dari bagian Kepaniteraan Meja I tentang syarat-syarat           mengajukan perkara dan biaya perkara.

2. Menggunakan jasa pengacara / advokat untuk mewakili kepentingan pencari keadilan dalam                                persidangan atau Kuasa Insidentil dari keluarga dengan membuat surat kuasa khusus dan                                      menyertakan izin berperkara dari Ketua Pengadilan Agama setempat.

3. Menggunakan Hakim Mediasi atau pihak ketiga sebagai upaya untuk menempuh perdamaian.

4. Mengajukan Eksepsi dan Rekonpensi atas gugatan lawan.

5. Gugatan Rekonpensi yang dapat diajukan istri dalam permohonan dalam Cerai Talak adalah                                  berdasarkan Pasal 149 KHI meliputi :

      a. Memberikan Mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau barang, kecuali bekas                istri tersebut Qabla Al-Dukhul.

      b. Memberi Nafkah dan Kiswah kepada bekas istri selama dalam masa Iddah, kecuali bekas istri telah                  dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

      c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila Qabla Al-Dukhul.

     d. Memberikan biaya Hadhonah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

6. Berperkara secara cuma-cuma (Prodeo) bagi pihak yang tidak mampu membayar biaya perkara karena        termasuk dalam golongan orang tidak mampu.

7. Meminta supaya diadakan pemeriksaan setempat dan sita jaminan terhadap objek-objek harta yang             menjadi sengketa.

8. Mengajukan upaya hukum Verzet, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali.

9. Mendapatkan Salinan Putusan / Penetapan dan Akta Cerai bagi yang bercerai di Pengadilan Agama.

 

Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana diterbitkan bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini juga salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung  dan sebagai perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, serta diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris.

Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara : 

1. cidera janji dan/atau 

2. perbuatan melawan hukum

dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta.

Perkara yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah :

1. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di           dalam peraturan perundang-undangan; atau

2. Sengketa hak atas tanah.

Syarat gugatan sederhana berdasarkan Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

1. Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak           boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.

2. Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.

3. Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang                    sama.

4. Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat        dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah            hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat

5. Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa                 didampingi oleh kuasa hukum, kuasa insidentil, atau wakil dengan surat tugas dari institusi                                   penggugat.

Perkara Gugatan Sederhana tidak wajib diwakili kuasa hukum atau advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa, namun, para pihak (penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke persidangan. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini tidak melarang menggunakan jasa advokat sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (4)  “dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Hal ini didasari pertimbbangan nilai gugatan yang dikhawatirkan tidak sebanding dengan biaya kuasa hukum itu sendiri.

Tahapan penyelesaian gugatan sederhana :

Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:

1. pendaftaran;

2. pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;

3. penetapan Hakim dan penunjukan panitera pengganti;

4. pemeriksaan pendahuluan;

5. penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;

6. pemeriksaan sidang dan perdamaian;

7. pembuktian; dan

8. putusan

Merujuk pada isi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019, maka Pemeriksaan Pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana. Di dalam Pemeriksaan Pendahuluan, apabila dalam pemeriksaan Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat.

Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 bahwa hakim wajib untuk berperan aktif dalam:

1. memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;

2. mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk          melakukan perdamaian di luar persidangan;

3. menuntun para pihak dalam pembuktian; dan

4. menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.

Buku Saku Gugatan Sederhana
Prosedur Pengambilan Produk Pengadilan
(AKTE CERAI, SALINAN PUTUSAN, SALINAN PENETAPAN)

Dalam setiap perkara yang diajukan, pasti terdapat hasil. Entah hasil tersebut berupa kesimpulan, maupun yang lainnya. Yang dimaksud dengan hasil disini adalah produk yang dihasilkan setelah adanya tanggapan dari pengadilan sebagai umpan balik dari pengajuan perkara.

Produk pengadilan sendiri bermacam-macam. Meskipun secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni putusan dan penetapan, sebagaimana yang disebutkan oleh Undang-Undang.

Akta cerai merupakan akta otentik yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti telah terjadi perceraian. Akta cerai bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Perkara dikatakan telah berkekuatan hukum tetap jika dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), salah satu atau para pihak tidak mengajukan upaya hukum banding. Dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak Pemberitahuan Isi Putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).

Syarat pengambilan produk pengadilan :

Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud

Memperlihatkan KTP Asli dan menyerahkan fotokopinya.

Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) untuk akta cerai dan.

Biaya salinan putusan/penetapan @ Rp. 500 per lembar (Lima ratus rupiah perlembar)

Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa penerima kuasa adalah orang tua dan atau saudara kandung yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah setempat.

PERSYARATAN PENGAMBILAN DUPLIKAT AKTE CERAI

Surat Keterangan Kehilangan dari Kepolisian;

Surat Keterangan dari Kelurahan bahwa setelah bercerai belum pernah menikah lagi;

Fotokopi KTP yang masih berlaku.

A. Tata Tertib Umum

Pihak pengadilan memiliki panduan mengenai tata tertib yang harus ditaati oleh semua orang yang memasuki gedung Pengadilan:

1. Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban dari semua pihak yang hadir di                 ruang sidang. Semua yang hadir di ruang sidang harus mentaati semua perintah yang dikeluarkan                 oleh Ketua Majelis Hakim.

2. Semua orang yang hadir di ruang sidang harus selalu menunjukkan rasa hormat kepada institusi                      pengadilan. Jika ada satu pihak yang tidak menunjukkan rasa hormat kepada institusi pengadilan,                  maka Ketua Pengadilan dapat memerintahkan individu tersebut untuk dikeluarkan dari ruang sidang          dan bahkan dituntut secara pidana.

3. Mengenakan pakaian yang sopan.

4. Berbicara dengan suara yang jelas ketika seorang hakim atau penasehat hukum mengajukan                                pertanyaan, sehingga para hakim yang lain dapat mendengar dengan jelas.

5. Memanggil seorang hakim dengan sebutan “Yang Mulia” dan seorang Penasihat Hukum dengan                        sebutan “Penasihat Hukum”

6. Berbagai benda berikut ini tidak diperkenankan untuk dibawa ke ruang sidang: Senjata api, Benda                  tajam, Bahan peledak, Peralatan atau berbagai benda yang dapat membahayakan keamanan ruang              sidang.

7. Petugas keamanan dapat melakukan penggeledahan setiap orang yang dicurigai memiliki salah satu            atau lebih dari berbagai benda diatas. Siapa saja yang kedapatan membawa salah satu dari benda                    diatas akan diminta untuk menitipkannya di tempat penitipan khusus di luar ruang sidang. Ketika                  yang bersangkutan hendak meninggalkan ruang sidang, petugas keamanan dapat mengembalikan              berbagai benda tersebut. Bahkan, pengunjung yang kedapatan membawa berbagai benda tersebut                diatas ke dalam ruang sidang dapat dikenai dengan tuntutan pidana.

8. Dilarang membuat kegaduhan, baik didalam maupun diluar ruang sidang

9. Duduk rapi dan sopan selama persidangan

10. Dilarang makan dan minum di ruang sidang.

11. Dilarang merokok baik di ruang sidang maupun di dalam gedung pengadilan.

12. Wajib mematikan telepon genggam selama berada di ruang sidang

13. Dilarang membawa anak-anak dibawah umur 12 tahun, kecuali Majelis Hakim menghendaki anak                  tersebut menghadiri persidangan

14. Membuang sampah pada tempatnya.

15. Dilarang menempelkan pengumuman atau brosur dalam bentuk apapun di dalam gedung                                      pengadilan tanpa adanya ijin tertulis dari Ketua Pengadilan.

16. Untuk melakukan rekaman baik kamera, tape recorder maupun viderecorder, di mohon untuk                              meminta ijin terlebih dahulu kepada Majelis Hakim.

Para pengunjung yang datang ke ruang sidang untuk melihat jalannya sidang perkara, tetapi bukanlah merupakan saksi atau terlibat dalam sidang perkara tersebut, diharapkan untuk mematuhi berbagai ketentuan sebagai berikut:

1. Wajib menghormati institusi Pengadilan seperti yang telah disebutkan diatas.

2. Wajib menaati semua tata tertib yang telah disebutkan diatas.

3. Dilarang berbicara dengan pengunjung yang lain selama sidang berlangsung.

4. Dilarang berbicara memberikan dukungan atau mengajukan keberatan atas keterangan yang                            diberikan oleh saksi selama persidangan.

5. Dilarang memberikan komentar/saran/tanggapan terhadap sesuatu yang terjadi selama persidangan        tanpa ijin Majelis Hakim

6. Dilarang berbicara keras diluar ruang sidang yang dapat menyebabkan suara masuk ke ruang sidang            dan mengganggu jalannya persidangan.

7. Dilarang keluar masuk ruang persidangan untuk alasan-alasan yang tidak perlu karena akan                                mengganggu jalannya persidangan.

8. Pengunjung yang ingin masuk atau keluar ruang persidangan harus meminta ijin kepada Majelis                      Hakim.

B. Tata Tertib Persidangan

1. Pada saat Majelis Hakim Memasuki dan Meninggalkan Ruang Sidang, semua yang hadir berdiri untuk         menghormati.

2. Selama sidang berlangsung , pengunjung sidang harus duduk dengan sopan dan tertib ditempatnya              masing-masing dan memelihara ketertiban dalam ruang sidang.

3. Pengunjung sidang dilarang makan, nimum, merokok, membaca Koran, atau melakukan tindakan                  yang dapat mengganggu jalannya sidang (HP agar dimatikan/ tidak menelpon atau menerima telepon        via HP).

4. Dalam Ruang Sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada Pengadilan.

5. Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, atau alat maupun benda yang        dapat membahayakan keamanan sidang.

6. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Ketua Sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan,              wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.

7. Tanpa Surat Perintah, Petugas Keamanan Pengadilan karena tugas jabatannya dapat mengadakan               Penggeledahan Badan untuk menjamin bahwa kehadiran seseorang di ruang sidang tidak membawa           senjata, bahan atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang.

8. Pengambilan foto, rekaman suara, atau rekaman TV harus meminta ijin terlebih dahulu kepada Hakim        Ketua Sidang.

9. Siapapun di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat Pengadilan dan tidak mentaati          Tata Tertib Persidangan, dan setelah Hakim Ketua Sidang memberi peringatan, masih tetap                                  melanggar Tata Tertib tersebut, maka atas perintah Hakim Ketua Sidang, yang bersangkutan                              dikeluarkan dari ruang sidang dan apabila pelanggaran tata tertib dimaksud bersifat suatu tindakan            pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan Penuntutan terhadap pelakunya.